Eko Mardiono
KUA kecamatan Depok merupakan salah satu dari 17 Kantor Urusan Agama di kabupaten Sleman. KUA yang berada di wilayah Sleman Timur ini dibandingkan dengan KUA-KUA lainnya memang lebih spesifik. Di kecamatan inilah berdiri berbagai Perguruan Tinggi ternama, mulai dari UGM, UNY, UIN, UII, UPN, Instiper sampai ke sekolah tinggi-sekolah tinggi lainnya. Sehingga, banyak anak bangsa dari penjuru nusantara, bahkan warga negara asing, yang berdatangan ke kota ini. Akibatnya, kehidupan masyarakatnya menjadi lebih majmuk dan kompleks.
Muncullah beberapa persoalan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Di antaranya, pertama, jumlah pendatang dan penduduk kecamatan Depok manjadi semakin meningkat. Sebagai ilustrasi, dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden beberapa waktu yang lalu, daerah pilihan (dapil) wilayah lain merupakan gabungan dari beberapa kecamatan, bahkan ada yang sampai 4 kecamatan. Sedangkan, dapil wilayah Depok hanya terdiri dari satu kecamatan, yaitu Depok itu sendiri. Kedua, di wilayah ini menjadi banyak berdomisili orang terpelajar dan cerdik cendekia. Mereka adalah orang-orang yang berpikir kritis dan berdisiplin. Ketiga, secara sosial ekonomi, mereka pun kebanyakan tergolong orang yang elite. Mereka orang yang mampu, baik dari segi materi maupun immateri.
Keempat, muncul pula sisi-sisi negatif. Memang harus diakui bahwa segala sesuatu di muka bumi ini pasti ada sisi-sisi negatifnya walaupun hanya kecil. Kebaikan dan keburukan, kemaslahatan dan kemadaratan, pasti ada di muka bumi ini. Ia sudah menjadi sunnatullah. Begitu juga dengan keadaan di Depok yang begitu kompleks. Kompleksitas ini misalnya tergambar dengan sampai didirikannya 3 Kepolisian Sektor (Polsek) dalam satu kecamatan, yaitu Polsek Depok Timur, Polsek Depok Barat, dan Polsek Bulaksumur. Orang awam pun bisa menebak bahwa sampai didirikannya 3 polsek dalam satu kecamatan adalah karena angka kriminalitas di wilayahitu sangat tinggi.
Semua keadaan itu, baik yang positif ataupun yang negatif, tentunya juga berimplikasi kepada sektor pelayanan publik. Termasuk kepada pelayanan yang dilakukan oleh instansi Pemerintah, tak terkecuali KUA Kecamatan Depok. Kantor yang mempunyai tugas menjalankan urusan agama Islam di wilayah kecamatan ini dituntut untuk bisa memberikan pelayanan yang prima, sekaligus mampu mengantisipasi segala kemungkinan. Tentu, upaya tersebut harus dilakukan secara sinergis antarinstansi dan pihak-pihak terkait. Dikarenakan tugas pokok dan fungsi KUA yang beralamatkan di Jalan Raya Tajem Km 1,5 Maguwoharjo, Depok ini mempunyai ketersinggungan dengan instansi dan pihak-pihak lain.
B. Problematika Seputar Perkawinan
Pada tahun 2008 yang lalu pernikahan di KUA kecamatan Depok tercatat sebanyak 888 peristiwa. Perceraiannya 60 kasus atau 7,09 %, dengan rincian 19 kasus cerai talak dan 41 cerai gugat. Perceraian yang terjadi atas gugatan pihak isteri lebih banyak daripada atas permohonan pihak suami, yaitu sebesar 68,33 %. Realita ini tentunya mengundang keprihatinan tersendiri, apakah perceraian itu disebabkan oleh isteri yang banyak menuntut atau justru karena para suami yang tidak mampu bertanggungjawab.
Selain itu, yang juga menuntut perhatian semua kalangan adalah masih terjadinya pernikahan di bawah umur. Untuk tahun 2008 tercatat 2 peristiwa perkawinan yang dilakukan oleh calon suami-isteri yang belum memenuhi batas minimal usia yang digariskan Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Sudah barang tentu, KUA kecamatan Depok baru melangsungkannya setelah mendapatkan izin dispensasi dari Pengadilan Agama setempat.
Jumlah peristiwa pernikahan di bawah umur ini diidentifikasi berdasarkan usia minimal yang ditetapkan Undang-undang Perkawinan. Yaitu, 19 tahun bagi calon suami dan 16 tahun bagi calon isteri. Angka itu akan menjadi naik ketika digunakan batasan usia anak yang ditetapkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Menurut Undang-undang yang disebut terakhir ini, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Sehingga dengan demikian, bisa jadi suatu pernikahan oleh UU Perkawinan tidak digolongkan pernikahan anak tetapi menurut UU Perlindungan Anak, ia termasuk di dalamnya. Hanya saja, sampai saat ini di lingkungan Kantor Departemen Agama belum ada identifikasi dan pelaporan yang berbasis UU Perlindungan Anak tersebut. Oleh karena itu, sangatlah positif jika dibuat kebijakan yang berperspektif Perlindungan Anak.
Hal lain yang menunjukkan kompleksnya wilayah kerja KUA kecamatan Depok adalah pada tahun yang sama juga tercatat 3 peristiwa perkawinan campuran. Yaitu, perkawinan yang dilakukan oleh seorang warganegara Indonesia dan warganegara asing. Perkawinan jenis ini dari hari ke hari semakin bertambah, baik yang dilaksanakan di Indonesia ataupun di luar negeri. Perkawinan campuran ini pun menunjukkan bahwa aktifitas dan mobilitas masyarakat Depok sudah lintas bangsa dan negara.
Di samping itu, di seputar persoalan pernikahan yang juga memerlukan kewaspadaan adalah bahwa pada akhir-akhir ini telah terjadi beberapa upaya pemalsuan identitas diri. Namun, alhamdulillah tindakan tidak terpuji tersebut berhasil digagalkan, baik oleh aparat Pemerintah Desa ataupun oleh KUA sendiri. Sehingga, perkawinannya batal dan urung dilaksanakan.
0 komentar:
Posting Komentar