• KUA Depok Selenggarakan Manasik Haji

    Sebagaimana amanah UU Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji bahwa Pemerintah merupakan salah pihak yang mempunyai kewenangan untuk menyelenggarakan manasik haji. KUA Kecamatan Depok yang merupakan bagian dari Pemerintah juga melaksanakan manasik haji di Tingkat Kecamatan. Manasik haji di wilayah kecamatan Depok ini dilaksanakan sebanyak 8 kali pertemuan dengan 24 jam pelajaran, bertempat di Balai Desa Maguwoharjo, Depok, Sleman 55282.

    KUA Depok Canangkan Gerakan Ukur Arah Kiblat

    Pada Selasa, 15 April 2014 Kantor Urusan Agama Kecamatan Depok mencanangkan Gerakan Ukur Arah Kiblat. Gerakan ini dicanangkan karena tempat ibadah di kecamatan Depok yang arah kiblatnya telah diukur atau diverifikasi baru sebesar 19,26 %. Persentase yang relatif sangat kecil ini menunjukkan bahwa masih banyak tempat ibadah, baik itu masjid, langgar maupun mushalla, yang belum diukur (diverifikasi) arah kiblatnya. Padahal di wilayah kecamatan ini terdapat 123 masjid, 65 langgar, dan 30 mushalla, semuanya berjumlah 218. Keadaan ini tentunya menuntut perhatian dari semua pihak. Oleh karena itu, pada tahun 2014 ini KUA Kecamatan Depok mencanangkan Gerakan Ukur Arah Kiblat.

  • KST Depok Sleman Juara I Nasional

    Keluarga atas nama Drs. H. Mohammad Syakir, SU dan Hj. Machsunah, SE., peserta dari Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta terpilih sebagai Juara Pertama lomba Keluarga Sakinah Teladan (KST) Tingkat Nasional Tahun 2016. Sesuai dengan predikatnya sebagai Keluarga Sakinah Teladan, maka pola dan model kehidupan keluarganya patut dijadikan sebagai referensi dan percontohan bagi semua pihak dalam membangun keluarga yang bahagia dan sejahtera.

  • Public Hearling Penyusunan Standar Pelayanan Publik

    KUA Kecamatan Depok telah melaksanakan Public Hearling Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan Publik Rabu, 21 Februari 2018. Kepala KUA Kecamatan Depok, Eko Mardiono, S.Ag., MSI., menyampaikan bahwa pelaksanaan Public Hearling merupakan realisasi dari amanah UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. UU Pelayanan Publik menentukan bahwa Instansi Pemerintah sebagai Penyedia Layanan harus menetapkan Standar Pelayanan Publik. Public Hearling tersebut dihadiri oleh Pimpinan Lembaga Ombudsman Daerah Istimewa Yogyakarta.

  • Survei Layanan Publik KUA Kecamatan Depok

    Dalam pembangunan Zona Integritas menuju Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani di lingkungan Instansi Pemerintah, Kantor Urusan Agama Kecamatan Depok Kabupaten Sleman menyelenggarakan Survei Kepuasan Masyarakat guna meningkatkan kualitas dan Indeks Kepuasan Masyarakat. Para Pengguna Jasa Layanan dimohon berkenan mengisi formulir yang tersedia. Identitas Bapak, Ibu, dan Saudara akan dirahasiakan. Atas perkenan dan kesediaan Bapak, Ibu, dan Saudara, diucapkan banyak terimakasih.

  • Keputusan MK tentang Status Anak Lahir di Luar Nikah

    Pada 17 Februari 2012 Mahkamah Konstitusi (MK) telah menetapkan putusan penting dan revolusioner. Menurut putusan MK Nomor: 46/PUU-VIII/2010 ini, anak yang dilahirkan di luar pernikahan tidak hanya memiliki hubungan perdata dengan ibu, tetapi juga dengan ayah biologisnya. Dengan putusan ini, maka sang ayah pun juga harus ikut bertanggung jawab atas kesejahteraan anak itu. Majelis Konstitusi menyatakan Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan yang menyatakan "anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya" bertentangan dengan UUD 1945.

  • KUA Depok Selenggarakan Penyuluhan Keluarga SAMARA

    Bekerjasama dengan Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia (FIAI UII) Yogyakarta, KUA Kecamatan Depok menyelenggarakan Penyuluhan Keluarga Samara (Sakinah Mawaddah Wa Rahmah) bagi Calon Pengantin pada Kamis, 12 Juli 2018. Penyuluhan Keluarga Samara bagi Calon Pengantin ini merupakan Program Kemitraan Masyarakat FIAI UII Yogyakarta. Progran tersebut merupakan fasilitasi sivitas akademika di lingkungan UII dalam melaksanakan pengabdian kepada masyarakat.

Bulan Imunisasi Anak Sekolah Tahun 2016

Dalam rangka meningkatkan kekebalan anak sekolah terhadap penyakit Campak, Difteri, dan Tetanus, Puskemas-Puskesmas Tingkat Kecamatan melaksanakan program BIAS (Bulan Imunisasi Anak Sekolah) Tahun 2016. Puskesmas Depok II telah melaksanakan imunisasi Campak bagi anak Sekolah Dasar sebanyak 98,16%. Memang ada beberapa anak sekolah yang tidak berhasil diimunisasi dengan beberapa alasan. Ada alasan karena sakit (3 anak), alasan agama (5 anak), alasan lain (2 anak), dan alasan karena tidak masuk sekolah (9 anak). 

Eko Mardiono, S.Ag., MSI., Kepala KUA Kecamatan Depok, menyoroti tentang tidak dibolehkannya anak diimunisasi dengan alasan agama oleh orang tua anak. Padahal sebenarnya sudah ada Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 04 Tahun 2016 tentang Imunisasi. 

Majelis Ulama Indonesia (MUI) menfatwakan bahwa: (1) Imunisasi dibolehkan (mubah) sebagai bentuk ikhtiyar untuk mewujudkan kekebalan tubuh (imunitas) dan untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu; (2) Vaksin imunisasi wajib menggunakan vaksin yang halal dan suci; dan (3) Penggunaan vaksin imunisasi yang berbahan haram dan/atau najis hukumnya haram.

MUI juga menfatwakan bahwa imunisasi dengan vaksi yang haram dan/atau najis dibolehkan dalam kondisi: (1) al-dlarurat atau hajat; (2) belum ditemukan bahan vaksin yang halal dan suci, dan (3) adanya keterangan tenaga medis yang kompeten dan dipercaya bahwa tidak ada vaksin yang halal. 

Bahkan MUI juga menfatwakan, bahwa dalam hal jika seseorang yang tidak diimunisasi akan menyebabkan kematian, penyakit berat, atau kecatatan permanen yang mengancam jiwa, berdasarkan pertimbangan ahli yang kompeten dan dipercaya, maka imunisasi hukumnya wajib. 

Memang vaksin yang digunakan saat ini dalam proses pembuatannya masih bersinggungan dengan enzim tripsin dari babi sebagai katalisator. Namun pada akhirnyanya vaksin terbebas dari enzim tripsin tersebut. Vaksin yang ada sekarang ini pun telah melalui tahapan uji klinik dan mendapat izin edar dari BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan). 

Enzim tripsin dari babi digunakan sebagai katalisator untuk memecah protein menjadi peptida dan asam amino yang menjadi bahan makanan kuman. Kuman tersebut setelah dibiakkan, kemudian dilakukan fermentasi dan diambil polisakarida sebagai antigen bahan pembentuk vaksin. Selanjutnya dilakukan proses purifikasi, yang mencapai pengenceran 1/67,5 milyar kali sampai akhirnya terbentuk produk vaksin. Pada hasil akhir proses vaksin sama sekali tidak terdapat bahan-bahan yang mengandung babi. Bahkan, antigen vaksin ini pun sama sekali tidak bersinggungan dengan babi, baik secara langsung maupun tidak. 

Dengan demikian, pandangan bahwa vaksin mengandung babi menjadi tidak relevan. Pandangan semacam itu timbul karena persepsi yang tidak tepat pada tahapan proses pembuatan vaksin. Majelis Ulama Indonesia pun pernah mengeluarkan fatwa halal terhadap vaksin meningitis yang pada proses pembuatannya menggunakan katalisator dari enzim tripsin babi sampai ditemukannya vaksin menginitis yang dalam proses pembuatannya memang tidak bersinggungan dengan enzim tripsin dari babi. 

Hal serupa terjadi pula pada proses pembuatan beberapa vaksin lain yang juga menggunakan tripsin babi sebagai katalisator proses. Tentunya sampai ditemukannya vaksin halal yang sama sekali tidak bersinggungan dengan enzim tripsin dari babi. 

Berdasarkan Fatwa MUI Nomor 04 Tahun 2016 tentang Imunisasi, apabila ada orang tua yang tidak membolehkan anaknya untuk diimunisasi oleh Petugas Kesehatan Pemerintah dengan alasan agama, maka hendaknya menjadikan fatwa MUI di atas sebagai referensi. Melalui Fatwanya Nomor 04 Tahun 2016, MUI membolehkan imunisasi dengan vaksin yang haram dan/atau najis apabila kondisinya: (1) dlarurat (mendesak) atau al-hajat (urgen), (2) belum ditemukan vaksin yang halal dan suci, dan (3) ada keterangan Tenaga Medis yang kompeten dan dipercaya bahwa tidak ada vaksin yang halal. 

Menurut para ahli di bidangnya, misalnya dr Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A (K), bahwa kalaupun saat sekarang ini vaksin yang ada masih menggunakan enzim tripsin dari babi sebagai katalisator, tetapi hasil akhir proses vaksinnya sama sekali tidak terdapat bahan-bahan yang mengandung babi, bahkan, antigen vaksinnya pun sama sekali tidak bersinggungan dengan babi, baik secara langsung maupun tidak. Semua pihak supaya menjadikan Fatwa MUI Nomor 04 Tahun 2016 tentang Imunisasi sebagai referensi dan rujukan.

Sumber: Fatwa MUI No. 4 Th 2016 ttg Imunisasi .

0 komentar:

Posting Komentar

Peta KUA Depok